Cari Blog Ini

Senin, 29 Maret 2010

Jadwal Pelatihan ACLS PERKI Pusat 2010

Januari : tgl 8-17,15-17,22-24, 29-31
Februari : tgl 5-17,19-21
Maret : tgl 5-7,12-14,19-21,26,28
April :tgl 9-11,23-25
Mei :tgl 30 april - 2 mei, 7-9,14-16,21-23,28-30
Juni :tgl 4-6,11-13,18-20,25-27
Juli :tgl 2-4,9-11,16-18,23-25,30-1 Agustus
Agustus : tgl 6-8
September :tgl 17-19,24-26
Oktober : tgl 1-3,8-10,15-17,22-24,29-31
November : tgl 5-7,12-14,19-21,26-28
Desember : tgl 3-5,10-12,17-19

ACLS Rp 2.500.000/orang
Transfer ke rek BCA cab.setiabudi atrium 7660169321
atau rek Manfiri cab RSCM 1220004968213
Semua a/n Danar Kusumawardhani
Pembayaran dan fax bukti ke 02186603771 ditunggu 1 minggu setelah pendaftaran
Buku di ambil di sekretariat UI

Sebaiknya telpon dulu untuk tanya2 sebelum transfer..

Penyembuhan Luka

PENYEMBUHAN LUKA

(WOUND HEALING)

DEFINISI

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali (remodeling) jaringan.

JENIS LUKA

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka.

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi

a) Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.

c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a) Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b) Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c) Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d) Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

penyemluka

Gambar 1. Tingkat Kedalaman Luka

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

1. Luka akut: yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.

penyemluka13

Gambar 2. Luka Akut

2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

penyemluka2

Gambar 3. Luka Kronis

MEKANISME TERJADINYA LUKA

a) Luka insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Missal yang terjadi akibat pembedahan.

b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.

e) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.

f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.

g) Luka bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari, listrik, maupun bahan kimia.

FASE PENYEMBUHAN LUKA

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.

Fase Inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima.. pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.

Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).

Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.

penyemluka31

Gambar 4. Fase Inflamasi

Fase Proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.

Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan antar molekul.

Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan.

penyemluka4

Gambar 5. Fase Proliferasi

Fase Penyudahan (Remodelling)

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.

penyemluka5

Gambar 6. Fase Remodelling

KLASIFIKASI PENYEMBUHAN

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar, seperti yang telah diterangkan tadi, berjalan secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem (Latin: sanatio = penyembuhan, per = melalui, secundus = kedua, intendere = cara menuju kepada). Cara ini biasanya makan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama kalau lukanya menganga lebar.

Jenis penyembuhan yang lain adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem, yang terjadi bila luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Parutan yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil.

Namun, penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat dan /atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping atau luka tembak, misalnya, sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu dan kemudian dibiarkan selama 4-7 hari. Baru selanjutnya dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini umumnya disebut penyembuhan primer tertunda.

Jika, setelah dilakukan debridement, luka langsung dijahit, dapat diharapkan penyembuhan primer.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

1.Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

2.Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.

3.Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.

4.Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.

Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5.Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

6.Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (pus).

7.Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

8.Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

9.Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

10.Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.

a.Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.

b.Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

c.Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

KOMPLIKASI

Komplikasi Dini

1.Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2.Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

3.Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

Komplikasi Lanjut

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.

Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.

Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.

Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka.

DAFTAR PUSTAKA

1) Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta: 1995.

2) Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta: 1997, hal 72-81.

3) www.emedicine.com/plastic/TOPIC477.HTM didownload tanggal 26 Juni 2008.

4) www.woundpedia.com didownload tanggal 26 Juni 2008.

5) http://yusufsinaga.wordpress.com/2009/04/19/penyembuhan-luka/

Gastroenteritis Akut

Diare Akut Karena Infeksi

Pendahuluan

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit.

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.

Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A.

Epidemiologi

Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akur dinegara berkembang terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal didaerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.

Di Amerika Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena infeksi berkurang. Dara dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan Yersinia berkurang berkisar 20-30% berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan makanan. Sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi masih menduduki peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.

Etiologi

Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.

Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh:

  1. Bakteri

Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Salmonella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio parachemolyticus, Clostridium perfringens, Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis.

  1. Parasit

Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp. Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T. saginata, T. sollium.

  1. Virus

Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.

Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur, tempat dan waktu. Di negara maju penyebab paling sering Norwalk virus, Helicobacter jejuni, Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering di negara berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rota virus dan V. cholerae.

Patofisiologi

Sebanyak sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal dari luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian besar (75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa jumlah 150-250 ml cairan yang akan ikut membentuk tinja.

Faktor-faktor faali yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain, misalnya saja, cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.

Patogenesis

Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan.

Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit, serta mengurangi absorbsi elektrolit, tambahan lagi akan mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang kekurangan IgA, demikian pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS karena gangguan imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.

Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare.

Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan menjadi:

  1. Infeksi Non-Invasi

Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01 atau 0139, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus, Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3′,5′-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.

Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pimpa Na tidak terganggi, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O, Na+ dan K+) dapat dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh H2O, K+, HCO3-, dan Cl-). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan HCO3-. Inilah dasar terapi oralit per oral pada kolera.

Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan keluar secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik voluminial (watery diarrhea).

ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin ialah labile toxin (LT) dan stable toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.

Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang menyebabkan diare yang singkat dan dahsyat.

  1. Infeksi Invasif

Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory. Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C. difficile, Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarena sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur dengan lendir dan darah. Walau demikian infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare sekretorik. Pada pemerksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel eritrosit dan leukosit.

Manifestasi Klinis

Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga berupa transmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota virus, atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.

Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung/produksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek/cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minuman yang terkontaminasi.

Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.

Sedangkan kehilangan bikarbonas, menyebabkan perbandingan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa (pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan denga tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan sangat dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.

Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pada pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkkulasi paru-paru. Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan gejala mual, muntah dan demama yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai darah dan lendir.

Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan anamnesis/observasi bentuk diare. ( Lihat tabel 1)

Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon bagian proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney dengan gejala seperti apendisitis akut.

Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti Reiter’s syndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremic syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik antara lain hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom.

Tabel 1. Epidemi Diare Akut

Sarana

Bakteri Patogen

Air Vibrio cholerae, Norwalk agent, Giardia, Cryptospordium (termasuk makanan yang dicuci dengan air tersebut).
Makanan
Unggas Salmonella, Campylobacter, dan Shigella spp.
Sapi, juice buah yg tidak dipasteurisasi Enterohemoragic escherichia coli
Babi Cacing pita (tape worm)
Sea food dan kerang V. cholerae non 01, V. parahaemolyticus; vibrio spp, Salmonella spp., Aeromonas spp, Hepatitis A,B,C.
Keju, susu Listeria spp.
Telur Salmonella spp.
Mayoinase + makanan & cream Staphylococcus dan Clostridium
Nasi goreng Bacillus cereus
Berrie segar Cycklospora spp.
Sayuran atau buah-buahan kaleng Clostridium spp.
Kecambah Enterohemorrhagic E. coli dan Salmonella spp.
Lingkungan
Hewan ke manusia Salmonella, Campylobacter, Cryptosporodium, Giardia spp.
Manusia ke manusia (termasuk seksual kontak) Semua bakteri enterik, virus, parasit.
Rumah sakit/antibiotik C. difficile
Kolam renang Giardia dan Crytosporodium spp.
Wisatawan asing E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Giardia, Entamoeba histolytica.

Pemeriksaan Penunjang

  • Darah

- Darah perifer lengkap

- Ureum, kreatinin

- Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-

- Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa (pernafasan Kussmaull)

- Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen protozoa (Giardia, E. histolytica)

  • Feses

- Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di feses pada inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit)

Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi definitif.

Diagnosis

Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.

Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:

  1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
  2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh penderita.
  3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
  4. Dimana tempat tinggal penderita.
  5. Pola kehidupan seksual.

Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:

  1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
  2. Memberikan terapi simptomatik
  3. Memberikan terapi definitif

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan

Ada hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:

Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja.

Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi rehidrasi dengan berbagai akibatnya.

Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara:

  • BJ Plasma dengan memakai rumus:

Kebutuhan cairan:

BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml

0.001

  • Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:

- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

  • Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor sebagai berikut:

Pemeriksaan

Skor

Rasa haus/muntah

1

Suara serak

2

Kesadaran apatis

1

Kesadaran somnolen, sopor atau koma

2

Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg

1

Tekanan darah sistolik <>

2

Frekwensi Nadi > 120 x/menit

1

Frekwensi nafas > 30 x/menit

1

Turgor kulit menurun

1

Facies cholerica/wajah keriput

2

Ekstremitas dingin

1

Washer’s woman’s hand

1

Sianosis

2

Umur 50-60 tahun

-1

Umur > 60 tahun

-2

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (Kg) x 1 Liter

15

Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang dewasa dapat melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 20 gr glukosa, 3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat dan 1.5 gr KCl per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Cairan per oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.

Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung dengan rumus BJ plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.

2. Memberikan terapi simptomatik

  • Obat anti diare:

a. Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.

b. Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

c. Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

d. Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.

  • Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

3. Memberikan terapi definitif

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:

- V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol dosis awal 2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari atau golongan Fluoroquinolon.

- ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.

- S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr

- Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu atau Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10 hari, atau Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 14 hari.

- Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.

- Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5 hari.

- Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250 mg, anak: 30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama 5-7 hari.

- Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr selama 3 hari.

- Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x 100 mg/hr selama 5 hari.

- Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari

- Virus: simptomatik dan suportif.

Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

Prognosis

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius <>

Pencegahan

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.

Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

Kesimpulan

Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.

Daftar Pustaka

  1. Ahlquist David A, Camilleri M. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th edition. Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2001.
  2. Hendarwanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sarwono WP (Editor), Balai Penerbit UI, 2000.
  3. Naskah lengkap penyakit dalam. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2007.
  4. Powel Don W: Approach to the patient with diarrhea. Dalam buku: Text book of Gastroenterology, 4th edition. Yamada T (Editor). Limphicot Williams & Wiekeins Philadelphia. USA. 2003.
  5. http://yusufsinaga.wordpress.com/2009/04/29/gastroenteritis-akut/