Cari Blog Ini

Selasa, 13 April 2010

KERACUNAN BAYGON

I. Pendahuluan
Menurut Taylor racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil bila masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian ( 1 ) . Baygon termasuk kedalam racun serangga ( insektisida ). Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi : (1,3)
1. Insektisida golongan fospat organik ; seperti : Malathoin, Parathion, Paraoxan , diazinon, dan TEP.
2. Insektisida golongan karbamat ; seperti : carboryl dan baygon
3. Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan ; seperti ,DDT endrin , chlordane, dieldrin dan lindane.
Keracunan akibat insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan pecobaan bunuh diri , jarang sekali akibat pembunuhan ( 3 ) .

II. Cara Kerja Racun
Bila dilihat dari cara kerjanya , maka insektisida golongan fospat organik dan golongan karbamat dapat dikategorikan dalam antikolinesterase ( Cholynesterase inhibator insectisides ) , sehingga keduanya mempunya persamaan dalam hal cara kerjanya , yaitu merupakan inhibator yang langsung dan tidak langsung terhadap enzim kholinesterase ( 2,3,4 ).
Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui oral , inhalasi , dan kulit. Masuk ke dalam tubuh dan akan mengikat enzim asetil kholinesterase ( AChE ) sehingga AChE menjadi inaktif maka akan terjadi akumulasi dari asetilkholin. ( 2,3 )
Kita dapat menduga terjadinya keracunan dengan golongan ini jika : ( 3 )
1. Gejala – gejala timbul cepat , bila > 6 jam jelas bukan keracunan dengan insektisida golongan ini.
2. Gejala – gejala progresif , makin lama makin hebat , sehingga jika tidak segera mendapatkan pertolongan dapat berakibat fatal , terjadi depresi pernafasan dan blok jantung.
3. Gejala – gejala tidak dapat dimasukkan kedalam suatu sindroma penyakit apapun , gejala dapat seperti gastro – enteritis , ensephalitis , pneumonia, dll.
4. Dengan terapi yang lazim tidak menolong.
5. Anamnesa ada kontak dengan keracunan golongan ini.

III. Gejala – gejala Keracunan ( 3 )
Manifestasi utama keracunan adalah gangguan penglihatan , gangguan pernafasan dan hiper aktif gastro – intestinal.
• Keracunan Akut
Gejala – gejala timbul 30 – 60 menit dan mencapi maksimum dalam 2 – 8 jam.

1. Keracunan ringan :
- Anoreksia , sakit kepala , pusing , lemah , ansietas , tremor lidah dan kelopak mata , miosis, penglihatan kabur.
2. Keracunan Sedang :
- Nausia, Salivasi, lakrimasi , kram perut , muntah – muntah , keringatan , nadi lambat dan fasikulasi otot.
3. Keracunan Berat :
- Diare , pin point , pupil tidak bereaksi , sukar bernafas, edema paru , sianons , kontrol spirgter hilang , kejang – kejang , koma , dan blok jantung.

• Keracunan Kronis
- Penghambatan kolinesterase akan menetap selama 2 – 6 minggu ( organofospat ) . Untuk karbamat ikatan dengan AChE hanya bersifat sementara dan akan lepas kembali setelah beberapa jam ( reversibel ) .
Keracunan cronis untuk karbomat tidak ada.
- Gejala – gejala bila ada menyerupai keracunan akut yang ringan , tetapi bila eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejala – gejala yang berat.

Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan , dan pada penelitian menunjukkan bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan medulla ( Bajgor , 1971 ).

Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena adanya kelemahan otot pernafasan , spasme bronchus dan edema pulmonum.

IV. Diagnosis
Kriteria diagnosis pada keracunan adalah : ( 1 )
1. Anamnesa kontak antara korban dengan racun.
2. Adanya tanda – tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari keracunan racun yang diduga.
3. Dari sisa benda bukti harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut memang racun yang dimaksud.
4. Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga ; serta dari bedah mayat tidak ditemukan adanya penyebab kematian lain.
5. Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologik , harus dapat dibuktikan adanya racun serta metabolitnya dalam tubuh atau cairan tubuh korban , secara sistemik.

Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologik dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium dengan menentukan kadar AChE dalam darah dan plasma ( penentuan aktivitas enzim kholinesterase ) yaitu dengan cara EDSON can ACHOLEST ( 3 )
1. Cara Edson
 Prinsipnya berdasarkan perubahan pada pH darah
AChE AChE cholin + asam asetat
Ambil darah korban , ditambahkan indikator brom – thymolblue, didiamkan beberapa saat , maka akan terjadi perubahan warna. Warna tersebut dibandingkan dengan warna standard pada comparator disc, maka dapat ditentukan kadar AChE dalam darah.

% aktifitas AChE darah Interpretasi
• 75 % – 100 % dari normal
• 50 % – 75 % dari normal
• 25 % – 50 % dari normal
• 0 % – 25 % dari normal – Tidak ada keracunan

- Keracunan ringan

- Keracunan sedang

- Keracunan berat

2. Cara Acholest
Diambil serum darah korban diteteskan pada kertas Acholest , bersamaan dengan kontrol serum darah normal.
Kertas Acholest sudah terdapat ACh dan indikator dan perubahan warna kertas tersebut dicatat waktunya. Perubahan warna harus sama dengan perubahan warna pembanding ( serum normal ) yaitu warna kuning telur ( yolk ).
Interpretasi :
- Kurang 8 menit , tidak ada keracunan
- 20 – 35 menit , keracunan ringan
- 35 – 150 menit , keracunan berat

V. Pengobatan
 Pada pasien yang sadar :
- Kumbah lambung
- Injeksi sulfas atropin 2 mg ( 8 ampul ) Intra muscular
- 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA ( 2 ampul ) i.m , diulang tiap 30 menit sampai artropinisasi
- Setelah atropinisasi tercapai , diberikan 0 , 25 mg SA ( 1 ampul ) i.m tiap 4 jam selama 24 jam .

 Pada pasien yang tidak sadar
- Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena ( 16 ampul )
- 30 menit kemudian berikan SA 2 mg ( 8 ampul ) i.m , diulangi setiap 30 menit sampai os sadar.
- Setelah os sadar , berikan SA 0,5 mg ( 2 ampul ) i.m sampai tercapai atropinisasi, ditandai dengan midriasis , fotofobia, mulut kering , takikardi, palpitasi , tensi terukur.
- Setelah atropinisasi tercapai , berikan SA 0,25 mg ( 1 ampul ) i.m tiap 4 jam selama 24 jam.

Pada Pasien Anak ( 5,6 )
- Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat penderita muntah.
- Lakukan pernafasan buatan bila terjadi depresi pernafasn dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan – sumbatan.
- Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.
- Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg / Kg BB secara intra vena dan dapat diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala atropinisasi. Kemudian berikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam.
- Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara intra vena sangat perlahan – lahan atau melalui “ ivfd “
- Pengobatan simtomatik dan suportif.

VI. Pemeriksaan Post Mortem Pada Keracunan Baygon
A. Pemeriksaan Luar 2,3

1. Pakaian. Perhatikan apakah ada bercak – bercak racun, distribusi dari
bercak dan bau bercak tersebut. Dari distribusi bercak racun kita dapat memperkirakan cara kematian, apakah bunuh diri atau pembunuhan. Pada kasus bunuh diri, distribusi bercak biasanya teratur pada bagian depan, tengah dari pakaian. Sedangkan pada kasus pembunuhan, distribusi bercak biasanya tidak teratur.
2. Lebam mayat ( livor mortis ).Lebam mayat pada kasus Keracunan Baygon menunjukkan warna yang sama dengan keadaan kematian normal, yaitu warna lebam mayat adalah livide. Hal ini berbeda dengan keracunan CO dimana lebam akan berwarna cherry red ( = warna COHb ). Pada keracunan sianida, lebam akan berwarna merah terang ( = warna HbO2 ), karena kadar HbO2 dalam darah vena tinggi.
3. Bau yang keluar dari mulut dan hidung. Dilakukan dengan jalan menekan dada dan kemudian mencium bau yang keluar dari mulut dan hidung, kita dapat mengenali bau khas dari bahan pelarut yang dipakai untuk melarutkan insektisida ( transflutrin ).

B. Pemeriksaan Dalam

Pada pemeriksaan dalam kasus keracunan ( secara umum ), umumnya tidak akan dijumpai kelainan – kelainan yang khas atau yang spesifik yang dapat dijadikan pegangan untuk menegakan diagnosis/menentukan sebab kematian karena keracunan sesuatu zat. Hanya sedikit dari racun – racun yang dapat dikendalikan berdasarkan kelainan – kelainan yang ditemukan pada saat pemeriksaan mayat.
Pada kasus Keracunan Baygon ini juga tidak dijumpai adanya kelainan yang khas. Beberapa kelainan yang didapat menunjukkan tanda – tanda yang berhubungan dengan edema serebri, edema pulmonum dan konvulsi. Bau dari zat pelarut mungkin dapat dideteksi. Diagnosis dapat ditegakan dari riwayat penyakit, gejala keracunan yang kompleks dan tidak khas serta dari pemeriksaan laboratorium, yaitu dengan kromatografi lapisan tipis (thin layer chromotography ). Spektrofotometrik dan gas kromatografi.
Jadi jelaslah bahwa pemeriksaan analisa kimia ( pemeriksaan toksikologi ) untuk menentukan adanya racun dan menentukan sebab kematian korban mutlak dilakukan pada setiap kasus keracunan atau yang diduga mati akibat racun. Pembedahan mayat berguna untuk menyingkirkan kemungkinan – kemungkinan lain sebagai penyebab kematian dan bermamfaat untuk memberikan pengarahan pemeriksaan toksikologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Idrieas, AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Ed . Pertama, Jakarta: Binarupa Aksara, 1997, Hal : 259 – 263
2. Frank, C. Lu, Toksikologi Dasar, Ed. Kedua ( Terj ), Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1995, Hal : 328 – 329
3. Gani, MH, Catatan Materi Kuliah Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran
Forensik Universitas Andalas, Padang, 2001, Hal : 111 – 139
4. Junandi, Purnawan: Kapita Selekta Kedokteran edisi 2, Penerbit Medica Aesculapius FK – UI, Jakarta, 1994, Hal : 196 –197
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK – UI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK – UI, 1985, Hal : 980 – 982
6 William Yip Chin – Ling, Pedoman Praktis Kedaruratan Pada Anak ( Terj ), Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, Hal : 346 – 348

Tidak ada komentar:

Posting Komentar