Cari Blog Ini

Kamis, 22 April 2010

STROKE NON HEMORAGIK

I. Pendahuluan

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologik fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.

Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemik otak sepintas (Transient Ischemic Attack = TIA).

Stroke merupakan mekanisme gangguan vaskular susunan saraf penyakit-penyakit dengan lesi vaskuler dikenal sebagai penyakit serebrovaskular atau disingkat dengan CVID (“Cerebro Vascular Disease”), dan penyakit akibat lesi vaskular di medulla spinalis bisa disebut juga penyakit spinovaskular.

“Stroke” atau manifestasi CVD mempunyai etiologi dan patogenesis yang multi kompleks.Rumitnya mekanisme CVD disebabkan oleh adanya integritas tubuh yang sempurna.Otak tidak berdiri sendiri diluar jangkauan unsur-unsur kimia dan selular darah yang memperdarahi seluruh tubuh. Jika integritas itu diputuskan sehingga sebagian dari otak berdiri sendiri di luar lingkup kerja organ-organ tubuh sebagai suatu keseluruhan, maka dalam keadaan terisolisasi itulah timbul kekacauan dalam ekspresi (gerakan) dan persepsi (sensorik dan fungsi luhur),suatu keadaan yang kita jumpai pada penderita yang mengidap “Stroke”.

Etiologi

1. Infark otak (80 %)

  • Emboli

a. Emboli kardiogenik

  • Fibrilasi atrium atau aritmia lain
  • Trombus mural ventrikel kiri
  • Penyakit katup mitral atau aorta
  • Endokarditis (infeksi atau non infeksi)

b. Emboli paradoksal

c. Emboli arkus aorta

  • Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang besar)

a. Penyakit eksterakranial

  • Arteri karotis interna
  • Arteri vertebralis

b. Penyakit intrakranial

  • Arteri karotis interna
  • Arteri serebri media
  • Arteri Basilaris
  • Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)

2. Pendarahan intraserebral (15 %)

  • Hipertensi
  • Malformasi arteri-vena
  • Angiopati amiloid
  1. Perdarahan Subarakhnoid (5 %)
  2. Penyebab lain (yang dapat menimbulkan infark atau perdarahan )
    1. Trombosis sinus dura
    2. Diseksi arteri karotis atau arteri vertebralis
    3. Vaskulitis sistem saraf pusat
    4. Oklusi arteri besar intra kranial yang progresif
    5. Migren
    6. Kondisi hiperkoagulasi
    7. Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin)
    8. Kelainan Hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau leukemia)
    9. Miksoma atrium

Faktor Resiko

  • Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga dengan stroke atau penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium,heterozigot atau homozigot untuk homosistinure.
  • Yang dapat dirubah : hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimptomatis, hiperurisemia dan dislipidemi.

Klasifikasi Stroke menurut WHO

  • Berdasarkan perubahan patologik pada otak :
    • PSA (Perubahan Sub arachnoid)
    • PIS (Pendarahan Intraserebral)
    • Nekrosis iskemik serebral
  • Berdasarkan stadium klinik :
    • TIA (Transient Iskhemic Attack)
    • SIE (Stroke in Evolution)
    • CS (Completed Stroke)
    • RIND (Reversibel Iskemik Neurologik Defisit)

II. Pembahasan

Mengapa Stroke dapat terjadi ?

Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2 1/2 % dari berat badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkannya hampir mencapai 20% dari kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Di otak sendiri hampir tidak ada cadangan oksigen. Dengan demikian otak sangat bergantung kepada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplai oksigen terputus selama 8-10 detik, maka terjadi gangguan fungsi otak.Bila lebih lama dari 6-8 menit, terjadi jejas (lesi) yang tidak pulih lagi (irreversible) dan kemudian kematian.

Dari percobaan pada binatang diketahui bahwa penghentian aliran darah ke otak selama lebih dari 3 menit menyebabkan kerusakan yang menetap.

Beberapa daerah di otak lebih peka terhadap iskemia (berkurang aliran darah). Daerah dengan aktivitas metabolik yang lebih tinggi membutuhkan makanan yang lebih banyak untuk mempertahankan integritas strukturalnya. Dengan demikian masa kelabu yang mempunyai aktivitas metabolik yang lebih tinggi lebih sensitive terhadap iskemia.

Kelainan yang terjadi akibat gangguan peredaran darah di otak dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :

  1. Infark Iskemik, disebut juga sebagai Stroke Non-Hemoragik
  2. Perdarahan, disebut sebagai Stroke Hemoragik.

Perlu diingat bahwa kedua keadaan ini dapat terjadi bersamaan. Hemoragi dapat meninggikan tekanan di rongga tenggkorak dan menyebabkan iskemia di daerah lain yang tidak terlibat hemoragi. Sebaliknya di daerah iskemia dapat pula terjadi hemoragi.

Iskemia otak merupakan akibat berkurangnya aliran darah di otak, baik secara umum maupun secara lokal.

Kata iskemia berasal dari kata Yunani, “ischein” (menghentikan) dan “haima” (darah).

Stroke iskemik, atau stroke non-hemoragik, pada kelompok usia di atas 45 tahun, paling banyak disebabkan atau ada kaitannya dengan aterosklerosis.

Untuk mengetahui diagnosa stroke non hemoragik atau stroke hemoragik, dapat digunakan Skor Stroke Siriraj (SSS) yaitu :

SSS : (2,5 x derajat kesadaran) + (2x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (10% x tekanan diastolik) – (-3x petanda ateroma) – 12

Penilaian : Skor > 1 : Stroke Hemoragik

Skor < -1 : Stroke non Hemoragik (stroke iskemik)

Selain itu dapat digunakan CT Scan atau MRI.

Stroke Non Hemoragik (Iskemik) mencakup :

  • TIA (Transient Iskemik Attack)
  • SIE (Stroke in Evolution)
  • CS (Completed Stroke)
  • RIND (Reversibel Iskemik Neurologik Defisit)

Manifestasi klinis :

  • Penyumbatan salah satu aliran darah karena vasospasme langsung dapat menimbulkan gejala defisit atau perangsangan sesuai dengan fungsi daerah otak yang terkena.

Setelah vasospasme hilang, gejala-gejala itu akan hilang juga dan keadaan akan sehat seperti pulih kembali (TIA).

Gejala defisit itu bisa berupa monoparesis atau hemiparesis dengan hemiparastesia ataupun afasia.

  • Vasospasme regional bisa terjadi sehubungan dengan melonjaknya tekanan darah sistemik, sebagai suatu reaksi vasokonstriksi yang berlebihan. Pada tekanan intralumenal yang membahayakan memang autoregulasi vaskuler sewajarnya mengadakan vasokonstriksi.Pada orang sehat, vasokonstriksi itu berlangsung sejenak, karena lonjakan tekanan darahnyapun tidak berlangsung lama, tetapi pada orang dengan hipertensi lonjakan hipertensi dapat melewati batas kritis atas dan bisa berlangsung agak lama.

Gangguan mekanisme autoregulasi regional itu terdapat pada tempat-tempat arteri yang mengandung “plaque”

  • Arteri karotis dan arteri vertebralis,keduanya memperdarahi kedua belah belah otak secara sendiri-sendiri, namun bekerja sama secara integral apabila kerja sama itu diperlukan.Apabila salah satu diantara mereka tidak mampu memberikan jatah darah yang biasa dibebankan atas dirinya, maka yang lainnya akan mengambil alih tugas itu. Pengambil alihan tugas itu tidak selamanya berlangsung lancar.Sehingga pada masa tertentu, pertolongan kompensatorik itu masih belum terlaksana .Karena terlambatnya sirkulasi kompensatorik itu, maka daerah tertentu menjadi iskemik.

III. Penatalaksanaan

Prinsip Penatalaksanaan Stroke Iskemik

  1. Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen activator). Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada stroke iskemik dengan waktu onset <>Scan normal. Obat ini sangat mahal dan hanya dapat dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap.
  2. Mencegah perburukan neurologis yang behubungan dengan stroke yang masih berkembang (‘jendela terapi’ sampai dengan 72 jam).

Progresivitas stroke terjadi pada 20-40 % pasien stroke iskemik yang dirawat, dengan risiko terbesar dalam 24 jam pertama sejak onset gejala. Perburukan klinis dapat disebabkan oleh salah satu mekanisme berikut ini:

  • Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark :

Masalah ini umumnya terjadi pada infark luas. Edema otak umumnya mencapai puncaknya pada hari ke-3 sampai hari ke-5 setelah onset stroke dan jarang menimbulkan masalah dalam 24 jam pertama. Terapi dengan manitol bermanfaat, hindari cairan hipotonik. Steroid tidak efektif.

  • Ekstensi teritori infark :

Ini dapat disebabkan oleh trombosis yang progresif dalam sebuah pembuluh darah yang tersumbat (misalnya infark batang otak yang progresif pada seorang pasien dengan trombosis arteri basilaris) atau kegagalan difusi distal yang berhubungan dengan stenosis atau oklusi yang lebih proksimal (misalnya : perluasan infark zona perbatasan internal pada seorang pasien dengan oklusi arteri karotis interna). Heparin dapat mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi status volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.

  • Konversi hemoragis :

Masalah ini diketahui dari hasil radiologis tetapi jarang menimbulkan gejala klinis. Tiga faktor risiko utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut. Jangan memberikan antikoagulan pada pasien dengan risiko tinggi selama 48-72 jam pertama setelah onset stroke. Bila ada hipertensi berat obati pasien dengan obat antihipertensi.

  1. Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala strok).

Sekitar 5 % pasien yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami serangan stroke kedua dalam 30 hari pertama. Resiko ini paling tinggi (lebih besar dari 10%) pada pasien dengan stenosis karotis yang berat dan kardioemboli serta paling rendah (1 %) pada pasien dengan infark lakuner. Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi risiko stroke berulang dini pada pasien dengan kardioemboli.

Protokol Penatalaksanaan Strok Iskemik Akut

  1. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB intravena (dosis maksimum 90 mg). 10% diberikan bolus intravena dan sisanya diberikan per drips dalam waktu 1 jam jika onset gejala stroke dapat dipastikan kurang dari 3 jam dan hasil CT Scan otak tidak memperlihatkan infark dini yang luas.
  1. Pertimbangkan pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard. Bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
  2. Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh terlalu cepat diturunkan.Akibat penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Aliran darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang meningkat bermanfaat bagi daerah otak yang mendapat perfusi marginal (Penumbra iskemik). Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri. Oleh sebab itu, pedoman untuk penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut adalah bila terdapat salah satu hal berikut ;
  • Hipertensi diobati jika terdapat kegawatdaruratan hipertensi non neurologis :
  1. Iskemia miokard akut
  2. Edema paru kardiogenik
  3. Hipertensi maligna (retinopati)
  4. Neuropati hipertensif
  5. Diseksi aorta
  • Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran selang 15 menit :
  1. Sistolik > 220 mmHg
  2. Distolik > 120 mmHg
  3. Tekanan arteri rata-rata > 140 mmHg
  • Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan diastolik > 110 mmHg.

Dengan obat-obat antihipertensi golongan penyekat alfa beta (labetolol), penghambat ACE (kaptopril atau sejenisnya) atau antagonis kalsium yang bekerja perifer (nifedipin atau sejenisnya) penurunan tekanan darah pada stroke iskemik akut hanya boleh maksimal 20 % dari tekanan darah sebelumnya. Nifedipin sublingual harus diberikan dengan hati-hati dan dengan pemantauan tekanan darah ketat setiap 15 menit atau dengan alat monitor kontinus sebab dapat terjadi penurunan tekanan darah secara drastis. Oleh sebab itu, sebaiknya dimulai dengan dosis 5 mg sublingual dan dapat dinaikkan menjadi 10 mg tergantung respons sebelumnya.

Pada tekanan darah yang sulit diturunkan dengan obat diatas atau bila diastolik > 140 mmHg secara persisten maka harus diberikan natrium nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang diinginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drips 10-20 ug/menit.

Tekanan darah yang rendah pada stroke akut adalah tidak lazim. Bila dijumpai maka tekanan darah harus dinaikkan dengan dopamine atau dobutamin drips serta mengobati penyebab yang mendasarinya.

  1. Pertimbangan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infark hemisfer atau serebellum yang massif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan, atau stroke dalam evaluasi.
  2. Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien dengan infark serebellum yang luas.
  3. Pertimbangkan MRI (Magnetic Resonance Imaging) pada pasien dengan stroke vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata pada CT Scan.
  4. Pertimbangkan pemberian heparin intravena dimulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi berikut ini :
  • Kemungkinan besar stroke kardioemboli
  • Iskemia otak sepintas (TIA) atau infark karena stenosis arteri karotis
  • Stroke dalam evolusi
  • Diseksi arteri
  • Trombosis sinus dura

Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada pasien dengan infark luas yang berhubungan dengan efek massa atau konversi/transformasi hemoragik.

Pasien stroke dengan infark miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardia harus diberi antikoagulan oral (warfarin) minimal 1 tahun dengan mempertahankan masa protrombin 1,5-2,5 kali kontrol atau INR 2-3.

  1. Pemeriksaan penunjang neurovaskular diutamakan dengan noninvasive. Pemeriksaan berikut ini dianjurkan pada pasien infark serebri bila alat tersedia dan biaya terjangkau :
  • Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung. Pada banyak pasien, ekokardiografi transthorakal sudah memadai. Ekokardiografi transesofageal memberikan hasil yang lebih mendetail terutama kondisi atrium kiri dan arkus aorta serta lebih sensitif untuk mendeteksi trombus mural atau vegetasi katup.
  • Ultrasonografi Doppler karotis diperlukan untuk menyingkirkan stenosis karotis yang simtomatis serta lebih dari 70 % merupakan indikasi untuk enerterektomi karotis.
  1. Pemeriksaan berikut ini dilakukan selektif pada pasien tertentu :
  • Ultrasonografi Doppler transkranial dapat dipakai untuk mendiagnosis oklusi atau stenosis arteri intrakranial besar. Gelombang intrakranial yang abnormal dan pola aliran kolateral dapat juga dipakai untuk menentukan apakah suatu stenosis pada leher menimbulkan gangguan hemodinamik yang bermakna.
  • Angiografi resonansi magnetik dapat dipakai untuk mendiagnosis stenosis atau oklusi arteri ekstrakranial atau intrakranial.
  • Pemantauan Holter dapat dipakai untuk mendeteksi fibrilasi atrium intermitten.

10. Pertimbangkan pemeriksaan darah berikut ini pada kasus-kasus penyebab stroke yang tidak lazim, terutama pada usia muda :

  • Kultur darah jika dicurigai endokarditis..
  • Pemeriksaan prokoagulan : aktivitas protein C, aktivitas protein S, aktivitas antitrombin III, antikoagulan lupus, antibody antikardiolipin.
  • Pemeriksaan untuk vaskulitis : antibody antinuklear (ANA), factor rheumatoid, regain plasma cepat (RPR), serologi virus hepatitis, laju endap darah, elektroforesis protein serum, krioglobulin, dan serologi virus herpes simpleks.
  • Profil koagulasi untuk menyingkirkan koagulasi intravaskular disseminata (DIC).
  • Beta gonadotropin khorionik manusia (b-HCG) untuk menyingkirkan kehamilan pada wanita muda dengan stroke.

IV. Terapi Medik Stroke Iskemik.

Pada stroke iskemik didapatkan gangguan pemasokan darah ke sebagian jaringan otak. Ini disebabkan karena aliran darah berkurang atau berhenti. Bila gangguan cukup berat, akan ada sel saraf yang mati. Disamping sel yang mati didapatkan pula sel otak yang sekarat.

Sel yang sudah mati tidak dapat ditolong lagi. Yang kita lakukan ialah usaha agar sel yang sekarat jangan sampai mati. Setelah terjadi iskemia, di otak terjadi berbagai macam reaksi lanjutan, misalnya pembentukan edema (sembab) di sebagian otak, perubahan susunan neurotransmitter, perubahan vaskularisasi regional, perubahan tingkat metabolisme.

Tujuan terapi ialah agar reaksi lanjutan ini jangan sampai merugikan penderita. Kita berusaha agar sel otak yang belum mati tetap berada dalam keadaan gawat, jangan sampai menjadi mati. Diupayakan agar aliran darah di daerah yang iskemik dapat dipulihkan kembali. Demikian juga metabolismenya.

Banyak macam tindakan serta macam obat yang telah diselidiki, namun banyak yang hasilnya belum meyakinkan, masih kontroversial. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.

Perlu disadari bahwa untuk meneliti khasiat terapi pada stroke bukanlah hal yang mudah. Antara lain disebabkan karena perjalanan penyakit stroke beragam, penyebab dan faktor resikonya juga bermacam-macam. Demikian juga daerah yang mengalami iskemia serta beratnya iskemia berbeda-beda. Semua hal ini ikut mempengaruhi perjalanan penyakit. Hal ini menyulitkan peneliti untuk memastikan apakah terapi yang diberikan ada manfaatnya.

Sekiranya terjadi perbaikan, sulit memastikan apakah perbaikan tersebut diakibatkan oleh obat atau tindakan yang diberikan. Mungkin saja perbaikan tersebut akan terjadi tanpa terapi yang diberikan. Untuk memastikan hal yang demikian dibutuhkan penelitian terhadap sangat banyak jumlah pasien. Mencapai ratusan jumlahnya, hal yang sulit dilakukan dengan mengingat fasilitas yang tersedia.

Berikut ini beberapa macam obat yang digunakan pada stroke iskemik :

  1. Obat untuk sembab otak (edema otak)

Pada fase akut stroke dapat terjadi edema di otak. Bila edema ini berat akan mengganggu sirkulasi darah di otak dan dapat juga mengakibatkan herniasi (peranjakan) jaringan otak. Herniasi ini dapat mengakibatkan keadaan lebih buruk atau dapat juga menyebabkan kematian.

Obat antiedema otak ialah cairan hiperosmolar (misalnya larutan Manitol 20%; larutan gliserol 10%). Membatasi jumlah cairan yang diberikan juga membantu mencegah bertambahnya edema di otak. Obat dexametasone, suatu kortikosteroid, dapat pula digunakan.

  1. Obat antiagregasi trombosit

Ada obat yang dapat mencegah menggumpalnya trombosit darah dan dengan demikian mencegah terbentuknya thrombus (gumpalan darah) yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat demikian dapat digunakan pada stroke iskemik, misalnya pada TIA. Obat yang banyak digunakan ialah asetosal (Aspirin). Dosis asetosal berkisar dari 40 mg sehari sampai 1,3 gram sehari. Akhir-akhir ini juga digunakan obat tiklopidin untuk maksud yang sama, dengan dosis 2 x 250 mg atau Klopidogrel dengan dosis 1 x 75 mg sehari. Pada TIA, untuk mencegah kambuhnya, atau untuk mencegah terjadinya stroke yang lebih berat, lama pengobatan dengan antiagregasi berlangsung 1 – 2 tahun atau lebih.

Tentu kita harus juga menanggulangi faktor-faktor resiko yang ada dengan baik.

  1. Antikoagulansia

Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi thrombus. Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang dapat menimbulkan embolus. Obat yang digunakan ialah heparin, kumarin, sintrom.

  1. Obat Trombolitik (obat yang dapat menghancurkan thrombus)

Terapi trombolitik pada stroke iskemik didasari anggapan bahwa bila sumbatan oleh thrombus dapat segera dihilangkan atau dikurangi (rekanalisasi), maka sel-sel neuron yang sekarat dapat ditolong.

Penelitian yang cukup besar, yang membuktikan efektivitas penggunaan rt-PA pada stroke iskemik, ialah penelitian HINDS, yang melibatkan 624 penderita dan pengobatan dimulai dalam kurun waktu 3 jam setelah mulainya stroke. Terjadinya perdarahan sebagai akibat pengobatan ini cukup tinggi (6,4 % dibanding 0,6% pada kelompok tanpa trombolitik (plasebo). Namun demikian, pasien yang dapat pergi pulang ke rumah lebih banyak pada kelompok yang mendapat rt-PA, yaitu 48% dibanding 36% pada plasebo. Terapi trombolitik pada stroke iskemik merupakan terapi yang poten, dan cukup berbahaya bila tidak dilakukan dengan seksama.

  1. Obat atau tindakan lain

Berbagai obat dan tindakan telah diteliti dan dilaporkan di kepustakaan dengan tujuan memperbaiki atau mengoptimalisasi keadaan otak, metabolisme dan sirkulasinya. Hasilnya masih kontroversial dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Obat-obat ini misalnya : kodergokrin mesilat (Hydergin), nimodipin (Nimotop), pentoksifilin (Trental), sitikolin (Nicholin).

Tindakan yang perlu penelitian lebih lanjut ialah : hemodilusi (mengencerkan darah). Hal ini dilakukan bila darah kental pada fase akut stroke. Bila darah kental, misalnya hematokrit lebih dari 44 – 50 %, maka darah dikeluarkan sebanyak 250 cc, diganti dengan larutan dekstran 40 atau larutan lainnya. Bila masih kental juga, dapat dikeluarkan lagi 250 cc keesokan harinya.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Maharmarjuna, DR. Prof ; Neurologi Klinik Dasar.
  2. Kapita Selekta Kedokteran Bagian llmu Penyakit Syaraf : Media Aesculapius; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2000.
  3. Prof. DR.dr. S.M. Lumbantobing : Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak : Fakultas Keodkteran Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar